Monday, August 22, 2011

" Korupsi " Indonesian Big Problem Today


What's Indonesian Big Problem today?? I think The answer is Corruption.

Berita tentang korupsi beredar dimana-mana, di koran-koran, website-website, di radio, di televisi dan di media komunikasi lainnya. Kasus korupsi di Indonesia tidak pernah habis bagai lautan yang tidak tahu dimana batasnya. Di negara kita korupsi telah menjamur di berbagai segi seperti di segi birokrasi pemerintahan baik tingkat atas maupun tingkat daerah, segi pendidikan, kesehatan, bahkan di tingkat organisasi terkecil atau bahkan juga di tingkat individu. Korupsi sudah menjadi syndrom yang menjangkit dimana-mana.

Beberapa orang telah berusaha menganalisa penyebab munculnya korupsi seperti yang berkaitan dengan masalah kekurangan ekonomi, masalah hukum yang kurang tegas dan sebagainya. Munculnya masalah korupsi bisa jadi disebabkan oleh adanya kekurangan ekonomi seperti terjerat hutang dan kemiskinan sehingga yang bersangkutan melakukan tindakan korupsi. Namun jika kita lihat lebih jauh banyaknya masalah korupsi yang beredar saat ini adalah lebih banyak dilakukan oleh pejabat-pejabat tinggi yang notabene hidupnya sudah sejahtera dan memiliki tingkat ekonomi yang tinggi. Jika demikian adanya, maka tingkatan ekonomi tidak bisa dijadikan patokan bagi faktor munculnya tindakan korupsi. Hal tersebut dikarenakan korupsi bisa dilakukan oleh siapa saja baik oleh orang yang memiliki ekonomi yang tinggi maupun yang rendah.

Tentang hukum, di Indonesia sudah memiliki Undang-Undang tentang korupsi bahkan telah ada badan pemberantasan korupsi sendiri yaitu KPK. Namun jika kita perhatikan lebih jauh apakah dengan adanya UU Korupsi dan adanya KPK maka masalah korupsi bisa teratasi dengan begitu saja? jawabannya tentu saja belum. Bahkan jawabannya bisa jadi tidak jika pengelola hukum itu sendiri tidak bisa tegas atau malah ada pengelola Undang-Undang dan pemilik hukum itu sendiri yang menjadi pelaku korupsi. Hukum harus tegas dan tegasnya hukum bisa dilaksanakan jika orang-orang yang berada dalam hukum tersebut juga bersikap tegas. Di Indonesia ketegasan hukum menjadi hal yang masih dicari.

Korupsi di Indonesia telah menjadi budaya karena kadang dilakukan tanpa disadari dalam kehidupan sehari-hari. Dalam praktek pelayanan publik sehari-hari, batas antara hadiah atau pemberian yang ikhlas dan suap sangatlah tipis. Ini bisa dilihat manakala warga masyarakat ingin menyelesaikan satu urusan birokrasi dengan instansi pemerintah yang bertugas melayani publik, seakan-akan sudah lumrah bila rasa terimakasih perlu dan celakanya harus disampaikan dalam bentuk uang. Suap atau bentuk terimakasihkah kebesiaan seperti ini? Bukan tidak mungkin, warga masyarakat sengaja memberi uang dengan maksud kelak dikemudian hari bila berurusan dengan birokrasi tidak lagi mengalami kesulitan. Artinya, ia harus ikhlas dan terbiasa melakukan praktek suap. Tetapi celakanya, Sang Birokrat memandangnya sebagai pembrian ikhlas dan tidak tidak terkait dengan jabatannya. Bukankah di sini ada perbedaan presepsi atas pemberian uang itu.

Praktek-praktek seperti ini berlangsung terus dalam hidup keseharian kita dan diterima begitu saja sebagai seseuatu yang tak terbantahkan. Mulai dari praktek percaloan di terminal, pelabuhan atau setasiun kereta api hingga urusan izin usaha, perpanjangan SIM, KTP, atau meluluskan anak masuk sebuah sekolah yang dianggap pavorit, dan lain-lain. Praktek yang bernuansa suap-menyuap tampaknya sudah dianggap wajar dan bahkan ada yang menganggap sebagai keharusan.

Dengan adanya hal tersebut maka pada dasarnya saya lebih setuju jika masalah korupsi terjadi karena watak bangsa Indonesia sendiri yang masih rendah. Nilai-nulai kejujuran, nilai-nilai moral, dan keadilan hanyalah sebuah wacana yang selama ini disuarakan namun belum mampu diterapkan. Antropolog Indonesia Koentjaraningrat pernah mengatakan bahwa salah satu mental jelek manusia Indonesia adalah memiliki mental menerabas. Saya setuju dengan hal tersebut dan tindakan korupsi yang merajalela sekarang ini merupakan sebuah hasil dari mental menerabas yang dimiliki oleh manusia Indonesia.

Berdasarkan analisa watak manusia Indonesia tersebut maka menurut hemat saya, wabah korupsi di Indonesia bisa dihilangkan dengan cara merubah mental dan watak manusia Indonesia dari mental menerabas menjadi mental yang tegas. Tegas disini artinya adalah tegas dalam menaati aturan, hukum, nilai-nilai kejujuran dan nila-nilai moral bangsa. Untuk memiliki mental yang tegas dan sadar akan hukum dan nilai-nilai maka diperlukan usaha sejak dini dalam pembentukan karakter yang diinginkan. Oleh karena itu menurut saya perlu adanya kerjasama antara tiga pilar pendidikan yaitu pendidikan di keluarga, sekolah dan masyarakat.

1. Pendidikan Anti Korupsi di Keluarga
Keluarga merupakan tempat pertama bagi individu untuk bersosialisasi. Oleh karena itu keluarga sangat penting dalam mendidik watak dan karakter individu. Sikap yang penting ditanamkan adalah seperti kejujuran, bertanggung jawab, taat aturan dan sebagainya. Seorang anak di dalam keluarga hendaknya sejak dini dididik untuk sadar akan nilai-nilai hukum dan moral.Orang tua hendaknya mengajari anaknya agar senantiasa bersikap jujur dalam kesehariannya.

2. Pendidikan Anti Korupsi di Sekolah
Sekolah juga penting dalam mendidik anak muridnya agar memiliki mental yang tegas dan sadar akan nilai-nilai hukum dan moral. Sikap kejujuran bisa diupayakan seperti dengan diciptakannya kantin kejujuran di sekolah serta upaya-upaya lainnya seperti dilarang berbohong, mencontek, menyogok teman dan sebagainya. Sekolah juga bisa memasukan materi pelajaran mengenai pendidikan anti korupsi demi memupuk watak yang baik bagi murid-muridnya.

3. Pendidikan Anti Korupsi di Masyarakat
Masyarakat sebagai ranah publik hendaknya mampu berpartisipasi dengan cara berperan sebagai kontrol publik. Hal lain yang bisa dilakukan adalah dengan adanya kampanye publik, iklan tentang anti korupsi dan sebagainya.

Selain tiga pilar pendidikan tersebut, ketegasan hukum di dalam negara Indonesia juga hendaknya ditegakkan. Hukum harus tegas dalam menyikapi pelaku korupsi. Indonesia mestinya belajar dari negara lain seperti Jepang yang pejabatnya rela mengundurkan diri ketika merasa bersalah serta mampu menghukum pelaku korupsi dengan hukuman yang setimpal tanpa harus melihat apakah pelaku itu pejabat, pegawai atau presiden sekalipun. Pendidikan sejak dini untuk mencegah korupsi harus didukung oleh hukum yang tegas dan kuat. Mari bersama-sama merubah mental menerabas menjadi mental tegas yang selalu jujur dan sadar akan hukum dan nilai-nilai moral bangsa. Semoga masalah korupsi di Indonesia bisa cepat diberantas.!!

Yutimah Damazier

No comments:

Post a Comment

next page
 
Home | Gallery | Tutorials | Freebies | About Us | Contact Us

Copyright © 2009 Yutimah Damazier |Designed by Templatemo |Converted to blogger by BloggerThemes.Net