Monday, July 25, 2011

Nenek di Jalan


Adzan Maghrib telah berlalu. Malam datang dengan titik-titik bintang di hamparan langit. Aku terduduk diam di kamarku dengan melodi yang mengalun di notebook. Aku merasa sepi, aku merasa suntuk. Aku memanggil mbak Ama yang sibuk main game di ruang depan. “Mba, jalan-jalan yuk.. suntuk ni. ”

Angin malam berhembus lembut menyapa kulitku yang terbungkus sweater coklat. Dingin malam menambah rasa hampa yang bersemayam di hatiku.  Aku dan mba Ama berjalan santai menuju tepi pantai. Ya, kami ingin menikmati suasana malam di tepi pantai di belakang kost kami. Tepi pantai di sana cukup terang dan banyak anak-anak yang memancing ikan. Anak-anak yang memancing ikan perempuan lho, aku dan mba Ama memperhatikan mereka memancing lucu sekali sepertinya mereka baru belajar memancing karena terlihat mereka kesusahan melempar kail pancingnya.

Sembari melihat-lihat anak-anak  yang memancing, tiba-tiba pandanganku tertuju kepada seorang nenek yang berjalan dengan langkah tertatih-tatih. Badannya sudah sangat bungkuk dan terlihat kesulitan berjalan. Aku merasa iba melihat nenek itu. Berkali-kali aku mengatakan ke mba Ama “kasihan nenek itu mba”. Nenek itu tampak berhenti dan duduk di tugu panjang di samping kiri jalan. Tiba-tiba ada mobil melintas di depan nenek yang sedang duduk kelelahan dan aku mendengar nenek itu memanggil orang yang mengendarai mobil tersebut “Nak, numpang nenek nak. Nenek mau ke depan nak”. Mobil itu berhenti tapi sayang bukan untuk menolong nenek itu tapi karena sudah sampai di depan rumahnya. Pemilik mobil itu adalah seorang dokter terlihat jelas di depan rumahnya ada plang yang bertuliskan “ Dokter Renoar. Praktek Setiap Hari”.

Pandanganku sedikit teralihkan dari nenek itu ketika mba ama melihat seekor kepiting. “Yut, kepiting tuh ambilin donk”. Aku takut dan tidak mau mengambil kepiting itu. Aku menoleh kembali ke nenek itu dan ternyata nenek sudah tidak ada lagi duduk di tugu panjang. Setelah cukup lama duduk menikmati malam di tepi pantai, akhirnya kami beranjak untuk pulang. Kami berjalan santai sampai akhirnya ada suara yang memanggil kami  dengan bahasa minang “nak, ka pai kalua nak?. Tolong amak nak, amak kai pai kalua lo. Tolong nak” yang artinya adalah “Nak, mau pergi keluar nak? Tolong nenek nak, nenek juga mau pergi keluar”. Aku menoleh ke mba Ama. Mba ama member isyarat agar aku menuntun nenek itu. Akhirnya aku menuntun nenek itu, sementara mba Ama membawakan gulungan kain yang dibawa oleh nenek itu.

Nenek memegang tanganku erat dengan tangan kirinya. Sementara tangan kanannya memegang tongkat kayunya. Aku bertanya “nenek mau kemana?”. Kemudian nenek menjawab bahwa ia hendak pergi ke warung anaknya. Baru beberapa langkah kami berjalan, nenek tampak kelelahan dan tidak kuat berjalan lagi. Nenek menjelaskan kalau biasanya dia naik becak sore hari untuk pergi ke warung anaknya, tapi karena sekarang sudah malam jadi jarang ada becak lewat. Nenek memang sudah sangat renta, terlihat dari badannya yang sudah lemah dan  membungkuk serta kulitnya yang sangat keriput.

Nenek tidak kuat lagi berjalan dan akhirnya duduk kembali di tepi jalan. Kami mencari cara untuk menolong nenek, akhirnya mba Ama pergi keluar mencari becak untuk menjemput nenek sementara aku menemani nenek menunggu becak datang. ”Beginilah nak kalau sudah tua, jalan susah, melihat susah. Anak nenek di warung, biasanya mereka datang ke rumah mengantar makanan tapi seharian ini mereka tidak datang mengantar makanan”. Aku hanya bisa menjawab "Sabar ya nek".

Sambil menunggu becak datang, nenek juga bercerita bahwa suami nenek telah meninggal 9 bulan yang lalu. Nenek itu juga memiliki 12 anak tapi nenek tinggal sendiri di rumahnya. Nenek sudah renta dan tidak bisa berbuat banyak. Anaknya sudah bekerja semua dan kadang datang memberi makan untuk nenek, tapi hari ini anak nenek tidak ada yang datang, nenek bilang mungkin mereka sibuk atau lupa. Dalam haruku melihat nenek yang lemah dan renta, aku melihat becak datang menghampiri kami. Tukang becak langsung menghampiri nenek. Kami berusaha membantu nenek menaiki becak. Sungguh kasihan badan nenek sangat lemah. Setelah nenek berada di atas becak, nenek tersenyum dan mengucapkan terimakasih "makasih yo nak". Aku mengangguk dan becak perlahan melaju meninggalkan aku. Dalam perjalanan pulang dalam hatiku aku berfikir beginikah jika aku tua nanti? dan seperti ini kah jika ibuku tua nanti? Yaa Rabb semoga aku bisa menjadi anak yang berbakti untuk selalu merawat dan menjaga orang tuaku sampai tua nanti seperti orang tuaku yang selalu merawat dan menjagaku sejak kecil.

No comments:

Post a Comment

next page
 
Home | Gallery | Tutorials | Freebies | About Us | Contact Us

Copyright © 2009 Yutimah Damazier |Designed by Templatemo |Converted to blogger by BloggerThemes.Net